Sabtu

Memahami Perkembangan Anak untuk Pengasuhan yang Lebih Baik (Perspektif Islam dan Sains)

Akhir-akhir ini kegiatan seminar dan pelatihan tentang parenting semakin marak dilakukan. Fenomena ini cukup menggembirakan, sebab kegiatan tersebut dapat memberikan dampak yang positif terhadap pemahaman orang-tua untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik terhadap anak-anaknya. Pemahaman yang baik oleh orangtua tentang bagaimana seharusnya mendidik dan membesarkan anak-anaknya, akan berdampak baik pula bagi terciptanya generasi penerus yang unggul dan berkualitas.Standar pengasuhan anak yang baik ukurannya sangat variatif dan relatif, tergantung siapa yang mengukurnya, apa alat ukurnya dan dari mana memandangnya. Sebagai umat Islam, tentu kita semua sepakat bahwa standar pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang tuntunannya bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah kita yakini mutlak kebenarannya. Tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah jika disandingkan dengan hasil temuan sains modern maka keduanya pasti akan seirama[1]. Banyak sudah temuan di bidang sains yang membuktikan kebenaran agama Islam, demikian pula, banyak sudah tuntunan agama yang menginspirasi ditemukannya pengetahuan baru di bidang sains.
Tulisan ini mencoba menyajikan sekilas tentang perkembangan anak menurut sains modern dan pandangan Islam. Dengan demikian diharapkan kita mempunyai pemahaman yang lebih baik agar dapat mengasuh serta membesarkan anak-anak kita dengan cara-cara yang lebih baik pula.
       
      MEMAKNAI KATA PARENTING
Kata parenting akhir-akhir ini menjadi sering terdengar di telinga kita. Ada baiknya sedikit kita bahas tentang apa yang dimaksudkan dengan parenting.
Menurut Wonohadidjojo (2001) belum ada padanan kata parenting dalam bahasa Indonesia yang dapat mewakili totalitas konsep parenting. Ada yang mengusulkan kata parenting dipadankan dengan “menjadi orang tua,” “meng-orang-tua-i,” atau “membesarkan anak”. Ada pula yang mengusulkan “pengasuhan”. Khusus dalam tulisan ini, untuk mudahnya, penulis menggunakan “pengasuhan” sebagai padanan kata parenting, meskipun penggunaan kata pengasuhan mungkin kurang terlalu tepat.


Ditinjau dari asal kata, parenting berasal dari kata parent yang berarti orangtua. Menurut Brooks (2001), Parent adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya (Brooks, 2001). Selanjutnya, secara terminologi, Brooks (2001) menyebutkan bahwa yang dimaksud parenting adalah sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anaknya.


Sementara itu, Hoghughi dan Long (2004) menyebutkan bahwa parenting mencakup berbagai aktivitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi dan Nicholas Long tidak menekankan pada siapa (pelaku), namun lebih menekankan pada aktivitas pengasuhan tersebut terhadap perkembangan anak. Aktivitas dimaksud meliputi meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi, dan pengasuhan sosial.


Pengasuhan fisik meliputi seluruh aktivitas penyediaan kebutuhan dasar anak agar dapat bertahan hidup. Pengasuhan emosi meliputi pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai seorang makhluk individu, merasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan mengetahui resikonya. Sementara itu, pengasuhan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya, sehingga, anak dapat menyatu dengan baik dan bertanggugjawab terhadap lingkungannya, baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan sekitarnya.


Dari beberapa definisi dan penjelasan tentang konsep pengasuhan di atas, dapat diambil beberapa hal pokok mengenai pengasuhan, di antaranya:
☼ Tujuan pengasuhan adalah untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal (baik secara fisik, mental maupun sosial)
☼ Pengasuhan merupakan proses interaksi yang berkelanjutan antara orangtua (pengasuh) dengan anaknya.
☼ Pengasuhan merupakan sebuah proses sosialisasi yang sangat terkait erat dengan lingkungan sosial budaya sekitar anak tersebut dibesarkan.

      SEKILAS TENTANG TAHAPAN PERKEMBANGAN DAN PENGASUHAN YANG DIHARAPKAN
Rentang tahapan perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang. Agar mudah dipahami, dibuatlah klasifikasi tahapan/periode perkembangan yang ummunya meliputi urutan sebagai berikut: Periode pra kelahiran, masa bayi, masa awal anak anak, masa pertengahan dan akhir anak anak, masa remaja, masa awal dewasa, masa pertengahan dewasa dan masa akhir dewasa.


Karena luasnya pembicaraan tentang tahapan perkembangan manusia, maka pada tulisan ini hanya disajikan secuil tentang tahapan perkembangan penting manusia yang dari periode pra kelahiran (dalam kandungan) sampai sekitar masa akhir anak-anak (usia kira kira 6 hingga 11/12 tahun, atau setara dengan usia sekolah dasar).

Periode dalam kandungan

Allah SWT berfirman:
يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلا ثٍ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
"... Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?" (QS Az-Zumar: 6).

Rasulullah SAW bersadda:
إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْح )رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ(
"Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut  ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging)  seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya… (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim)


Ayat di atas ini menunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Menurut perspektif sains modern, dijelaskan pula bahwa proses kejadian manusia juga terjadi dalam tiga fase, yaitu: Fase zigot: sejak konsepsi hingga akhir minggu ke-2, fase embrio: akhir minggu ke-2 hingga akhir bulan ke-2, dan fase janin: akhir bulan ke-2 hingga kelahiran.


Sains modern mendapatkan informasi perkembangan manusia dalam rahim setelah melakukan pengamatan dengan menggunakan peralatan modern. Namun dalam Islam, informasi demikian sudah ada dalam  Al Qur'an. Fakta bahwa informasi yang begitu rinci dan akurat dalam Al Qur'an merupakan bukti nyata bahwa Al Qur'an bukanlah ucapan manusia tetapi Firman Allah.

Selanjutnya, berdasarkan hadits di atas, sebagian besar para ulama kemudian berpendapat bahwa ruh ditiupkan pada saat janin berusia 120 hari (4 bulan) sejak pertama kali janin terbentuk. Inilah pendapat yang paling  umum dipegang oleh para ulama, walau sebagian kecil lainnya melihat ada dalil lain yang tidak sama.


Berdasarkan perspektif sains modern, pada usia 120 hari (sekitar minggu ke 18), janin sudah bisa mendengar. Ia pun bisa terkejut bila mendengar suara keras. Mata bayi pun berkembang. Ia akan mengetahui adanya cahaya jika kita menempelkan senter yang menyala di perut. Bayi sudah bisa melihat cahaya yang masuk melalui dinding rahim ibu. 


Pada masa kehamilan, kondisi emosi orangtua (khususnya emosi ibu yang sedang mengandung), sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janinnya. Chopra (2011) mengemukakan bahwa ibu hamil yang merasa gelisah, tertekan atau ketakutan, hormon stress dengan sendirinya mengalir melalui aliran darah dan mengenai plasenta sang bayi. Stress bisa mengaktifkan sistem kelenjar endokrin dari tubuh sang cabang bayi dan ini akan mempengaruhi perkembangan otaknya. Seorang anak yang terlahir dari rahim seorang ibu yang mengalami stress berlebihan semasa kehamilan sangat mungkin memiliki kelainan perilaku dalam kehidupannya nantinya.


Saat sang ibu hamil merasa gembira, maka tubuhnya memproduksi zat kimia alami, endorfin dan encephalin. Ibu merasakan ketenangan dan kedamaian, tubuhnya akan menghasilkan reaksi kimia yang serupa dengan resep obat penenang. Tanpa stress, sistem syaraf kejang dari janinnya akan bekerja sangat pelan, janin Anda akan tumbuh dan berkembang dalam keadaan penuh damai. Menjaga kestabilan emosi ibu yang sedang mengandung sangat diperlukan, sebab positif dan negatifnya emosi ibu sangat berpengaruh terhadap positif dan negatifnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.
Oleh karena itulah, ibu yang sedang mengandung seharusnya semakin mendekatkan diri kepada Allah agar emosinya tenang dan selalu terkontrol.
أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS Ar Ra'd:28)
Semenjak dalam kandungan, interaksi yang dilakukan orang tua baik secara fisik, emosi, maupun sosial sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.


Ada beberapa cara untuk berinteraksi yang dapat dilakukan orang tua terhadap janinnya, tentu hal ini sebelumnya dengan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan pembentukan indera-indera janin, sehingga interaksi dapat dilakukan dengan tepat. Voice of Islam (online), pada tanggal 20 April 2010 melalui situsnya menuliskan beberapa tips berkomunikasi dengan janin, yaitu sebagai berikut:


Indera Peraba
Indera Peraba ini berkembang sebelum minggu ke 8. Ketika janin bergerak dan telapak tangan atau kakinya tampak pada perut ibu, sentuhlah dia, berikan perasaan lembut dan kasih sayang kepadanya, sehingga ia merasakan kelembutan, rasa cinta dan kasih sayang dari orangtuanya. Rasa cinta dan kasih sayang dari orangtua yang dia rasakan akan memberikan ketenangan pada janin anda.
...Rasa cinta dan kasih sayang dari orangtua yang dia rasakan akan memberikan ketenangan pada janin anda...


Indera Pendengaran
Indera pendengaran mulai berkembang pada minggu ke 8 dan selesai pembentukan pada minggu ke 24. Indera pendengaran ini juga dibantu oleh air ketuban yang merupakan penghantar suara yang baik.
Janin akan mulai mendengar suara aliran darah melalui plasenta, suara denyut jantung dan suara udara dalam usus. Selain itu janin akan bereaksi terhadap suara-suara keras, bahkan bisa membuat janin terkejut melompat.Pada minggu ke 25 janin sudah dapat mendengar dan mengenali suara orang-orang terdekatnya seperti ibu dan ayahnya. Lakukanlah komunikasi dengannya meskipun hanya satu arah, bertilawah quranlah, bacakan cerita atau berbicalah dengan janin untuk  lebih mendekatkan diri janin dengan orangtuanya dan lebih mengenal suara dari orangtuanya.


Bahkan orangtua yang sedang marah akan memberikan reaksi marah pula pada janin, sebaliknya alunan tilawah Al-Qur'an yang lembut dapat menenteramkan janin.
Sebagai salah satu bukti bahwa janin dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya (lingkungan di luar rahim ibunya), dapat dilihat pada http://www.youtube.com/ watch?v=SayHSDO6wF8 yang telah di upload oleh ainheartz pada bulan tanggal 2 Mei 2010. Melalui USG (ultrasonography), dapat dilihat bagaimana reaksi janin (yang menjadi tenang dan bahkan bersujud) saat diperdengarkan ayat-ayat suci Al Qur’an.


Indera Perasa
Indera perasa janin akan terbentuk pada minggu ke 13-15. Pada usia ini janin dapat merasakan substansi yang pahit dan manis. Jika, cairan ketuban yang dia rasakan manis, maka dia akan meminumnya dan menelannya. Namun jika air ketuban yang dia rasakan terasa pahit, janin akan meronta dan mengeluarkannya, serta janin akan menghentikan konsumsinya tsb..


Indera Penciuman
Indera penciuman akan terbentuk pada usia kehamilan 11-15 minggu. Ketika indera penciuman ini terbentuk, janin dapat mencium dari bau air ketuban yang baunya mirip seperti ibunya. Makanya ketika bayi terlahir, dalam beberapa jam ia akan mengenali siapa ibunya berdasar dari indera penciuman ini.


Indera Penglihatan
Dari awal kehamilan hingga usia ke 26 mata bayi akan selalu tertutup untuk memproduksi retina, namun meskipun demikian retina janin pada usia kehamilan 16 minggu dapat mendeteksi adanya pancaran sinar.
Pada usia kehamilan di minggu 27,  janin mulai membuka matanya dan melihat ke sekelilingnya untuk pertama kalinya. Mata janin dapat menangkap cahaya yang masuk ke dalam rahim ibunya, baik itu sinar matahari atau sinar lampu. Selain itu otak janin akan bereaksi terhadapa kelap-kelip cahaya.
Jadi, janin dapat bereaksi terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar bahkan dalam tubuh ibu. Oleh karena itu sudah seharusnya lingkungan tempat tinggal, tingkah laku dan tutur kata ibu yang tengah mengandung harus selalu dijaga. Segala sesuatu yang dilihat dan didengar sendiri, baik itu perasaan suka, marah, sedih dan senang, sudah pasti memberi pengaruh bagi perkembangan si janin.
Menurut psikolog perkembangan, Harold I Kaplan, Benjamin J Sadock, dan Jack A Grebb (dalam situs BayiSehat Community; 2009), menstimulasi otak bayi bisa dilakukan sejak usia 18-20 minggu kehamilan. Bahkan, menurut aliran homunculus -muncul pada abad pertengahan- bayi memiliki perkembangan psikologis dan biologis sejak terjadi konsepsi (proses pertemuan sel sperma dan sel telur). Karena itu, bayi yang belum lahir sekalipun mulai bereaksi terhadap rangsangan dari luar.
Sebagai contoh, janin pada trimester awal memiliki tingkah laku spontan yang berulang ? biasa disebut habituasi- misalnya menghisap ibu jari. Atau hal lainnya, dia bisa menyesuaikan diri dengan suara luar dengan respon berupa kontraksi otot, pergerakan dan perubahan denyut jantung.
Sementara berdasarkan teori psikogenesis, otak bayi melesat pada usia trimester kedua. Alhasil, bayi bisa mengingat situasi yang dialami oleh Moms. Misalnya saja, ibu kandung melakukan hal yang kurang baik saat hamil seperti berkata kasar. Nah, meski kelak si bayi tidak dirawat oleh ibu kandungnya? karena sang ibu meninggal- dia tetap bisa berkata kasar karena mengingat apa yang dilakukan ibunya selama mengandungnya

Periode bayi dan Masa Kanak-Kanak

Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ...(روه المسلم)
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi...(HR. Muslim)
Berbagai riset membuktikan ternyata perilaku anak itu asalnya didominasi dari pola asuh orangtua. Orangtua merupakan model (contoh) hidup yang akan ditiru oleh anaknya. Jika orangtua menginginkan anaknya menjadi seorang anak yang shaleh, maka perilaku keshalehan tersebut harus terlebih dahulu dicontohkan oleh orangtuanya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam tulisan ini, penulis ingin menyajikan beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh orangtua saat berinteraksi/berkomunikasi dengan anak-anaknya.

♥ Ciptakan persepsi yang positif terhadap anak kita

Hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ فَلْيَظُنَّ بِيْ مَا شَاءَ
“Aku (Allah) tergantung pada prasangka hamba-Ku, maka berprasangka-lah kepada-Ku semaunya

Hadist qudsi di atas memberikan gambaran bahwa prasangka (dalam hal ini persepsi) dapat mempengaruhi bentuk respon orang yang kita persepsei.


John Kehoe dan Nancy Fischer dalam bukunya yang berjudul Mind Power for Children (sebagaimana yang dikutip oleh Pujiati; 2007), menyebutkan bahwa masa kecil adalah pembentukan konsep-konsep diri, citra diri, dan kecenderungan-kecenderungan pada manusia. Diakui atau tidak, perbedaan karakter, kebiasaan, selera, dan terlebih lagi persepsi-persepsi kita tentang kehidupan dipengaruhi oleh masa kecil kita. Ajaibnya, Semuanya dibentuk bukan lewat toturial, melainkan diawali oleh pikiran dan persepsi orangtua terhadap anaknya.
Persepsi kita terhadap anak-anak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap cara kita memperlakukan mereka, cara kita bicara dan bersikap terhadap mereka. Selanjutnya, tanpa kita sadari hal demikian juga akan menular pada anak-anak kita. Sebagai contoh, ketika kita kesal terhadap anak-anak saat mereka ribut, wajah kita berubah kusut, suara kita agak meninggi, dan mungkin meledak jika tidak terkontrol. Maka anak-anak pun akan merasakan ketidak nyamanan itu secara otomiatis.


Pikiran adalah kekuatan paling dahsyat. Demikian pula dalam dunia anak-anak, segala bentuk pikiran yang terlitas dalam pikiran mereka setiap hari akan mempengaruhi semua aspek kehidupan mereka. Sikap, pilihan, kepribadian dan sispa mereka sebagai individu adalah produk dari pikiran-pikiran tersebut


♥ Hati-hati dengan kata-kata yang dikeluarkan

Hadits Riwayat Bukhari, dalam Shahih Bukhari Juz 18 Hal 464 Nomor 5578:

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ سَمِعَ سَلَّامَ بْنَ مِسْكِينٍ قَالَ سَمِعْتُ ثَابِتًا يَقُولُ حَدَّثَنَا أَنَسٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : خَدَمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ فَمَا قَالَ لِي أُفٍّ وَلَا لِمَ صَنَعْتَ وَلَا أَلَّا صَنَعْتَ
Dari Anas r.a., “Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah belia u tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan: ‘Mengapa engkau lakukan?’ dan pula tidak pernah mengatakan: ‘Mengapa tidak engkau lakukan?’”.
من كان يؤمن بالله وليوم الآخر فليقل خيرا أو ليسمت (رواه : بخارى ومسلم)
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam”
Rasulullah SAW yang tidak pernah menghardik anak-anak. Akhlak yang dicontohkan beliau adalah bersikap lemah lembut. Sikap lemah lembut ini menjadi prinsip dasar bagi siapa saja yang mengharap ridho Allah SWT. 


Hal ini dapat diketahui dari hadis berikut.
Dari Jarir bin Abdullah r.a. “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah-lembut, maka ia tidak dikarunia segala macam kebaikan.” (HR. Muslim).
Menurut John Kehoe dan Nancy Fischer lagi, kata-kata adalah lukisan verbal dari pikiran dan perasaan kita. Kesan yang ditangkap oleh anak-anak dari kata-kata yang kita ucapkan akan diolah sedemikian rupa oleh otak mereka. Anak-anak ternyata lebih fokus pada kata terakhir dari pada uraian kata di awal kalimat, betapapun penting dan panjangnya kata-kata pada awal kalimat tersebut.


Oleh karena itu, jika kita memerintahkan sesuatu kepada anak kita, maka biasakanlah menggunakan kata positif. Sebagai contoh, “Kalian jangan ribut” (kata negatif, akan ditangkap “ribut” oleh anak, sehingga mereka cenderung tetap ribut), hendaknya diganti dengan “Kalian harus tenang” (kata positif).
Membiasakan penggunaan kata positif sekaligus juga akan membiasakan anak berpikiran positif dan menjauhi berpikiran negartif. John Kehoe dan Nancy Fischer mengibaratkan pikiran itu sebagai taman. Pikiran positif bagaikan bunga ditaman yang akan membuat bahagia jika dipandang, sedangkan pikiran negatif ibarat rumput liar yang dapat mengganggu pemandangan dalam taman tersebut. Supaya bunga dapat tumbuh dengan subur, maka hendaknya sesering mungkin kita menyingkirkan rumput liar tersebut.


Kata-kata hardikan, akan sangat berdampak negatif terhadap anak-anak. Perlu diketahui, saat otak anak distimulasi dengan hal-hal yang positif, maka cabang-cabang neuron saraf otaknya lebih banyak dan terjalin lebih dekat, semakin banyak dan semakin terjalin dekat maka anak akan semakin cerdas.. Sebuah penelitian di Amerika telah membuktikan bahwa cabang-cabang neorun tersebut akan kembali terlepas saat anak terkejut, kaget dan takut.


      PENUTUP
Apa yang diuraikan di atas hanyalah sebagian kecil dari banyak hal yang dapat kita lakukan sebagai orangtua saat pegasuhan anak-anak kita. Keluasan ajaran Islam dalam membimbing umatnya, khususnya dalam pengasuhan, perlu terus digali. Banyak hikmah yang bisa kita dapatkan jika kita menjalankan tuntunan syariat saat mengasuh dan membesarkan anak-anak kita. Tulisan ini secara khusus ditujukan untuk penulis sendiri, semoga untuk pembaca lainnya bisa mengambil manfaatnya. Wallahu a’lam bishshawab

DAFTAR RUJUKAN

BayiSehat Community. 2009. Suara Ibu Bisa Optimalkan Janin. (on line). http://www.bayisehat.com/pregnancy-mainmenu-39/454-suara-ibu-bisa-optimalkan-otak-janin.html. Diakses pada tanggal 29 Desember 2011.
Brooks, Jane B. 2001. Parenting. third edition. New York. McGraw-Hill Humanities Social.
Chopra, Deepak. 2011. Magical Beginnings, Enchanted Lives (online). http://www. epochtimes.co.id/ keluarga.php?id=312. Diakses pada tgl 31 Desember 2011.
Hoghughi, Masud and Nicholas Long. 2004. Handbook of parenting: theory and research for practice. UK. SAGE Publications Ltd
Pujiati, Maya A. 2007. Kekuatan Pikiran dalam Pengasuhan Anak.(online). http://duniaparenting.com/kekuatan-pikiran-dalam-pengasuhan-anak/comment-page-1/#comment-321. Diakses pada tanggal 29 Deseber 2011.
Voice of Islam. 2010. Cara Berkomunikasi dan Mendidik Janin (Bacaan Wajib Ibu Hamil). (online). http://www.voaislam.com/muslimah. Diakses pada tgl 31 Desember 2011.
Wonohadidjojo, Ishak S. (2001). Analsis SWOT untuk parenting: Beberapa Parameter Kurikuler untuk Keluarga. VERITAS. 2/1 (April 2001): 21-35.



[1]      Jika terasa ada ketidaksejalanan antara tuntunan Islam dan sains, maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, terdapat kesalahan sains saat penelitian dan pengambilan kesimpulannya, atau, kemungkinan kedua, terdapat kesalahan dalam memahami tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah.

Ditulis oleh: Hidayat Ma'ruf

1 komentar:

rahmat_shod mengatakan...

bgus pak blognya,, ditunggu tulisan2 berikut nya...