Rabu

PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI (Tinjauan Filosofis dan Metodologis)


Kampus terbaik ke 2 sedunia, Harvard University di Amerika Serikat baru-baru ini merasa malu besar disebabkan oleh ratusan mahasiswa S.1 nya telah melakukan perbuatan yang aib, yaitu tidak berlaku jujur, telah mencontek saat ujian akhir semester berlangsung. Menyikapi kasus tersebut, Dewan Pendidikan Kampus yang langsung dipimpin oleh Rektor Harvard University menginterogasi ratusan mahasiswa tersebut. Atas peristiwa tersebut, Jay Harris, Rektor Harvard University menyatakan bahwa ada persoalan etika yang tidak dimiliki generasi masa kini [1].
Etika, istilah yang seringkali disebut pula dengan moral, akhlak, watak, tabiat, dan karakter, di Indonesia saat ini sedang menjadi sorotan dan ramai dibicarakan karena sudah mulai tercerabut dari masyarakatnya. Bangsa Indonesia akhir-akhir ini mengalami patologi (penyakit) sosial yang kronis. Sebagian masyarakatnya tercerabut dari peradaban ketimuran yang terkenal dengan wataknya yang santun, toleran, bermoral, dan beragama[2]. Tindak kekerasan, korupsi, manipulasi, konflik, tingginya kenakalan dan kurangnya sikap sopan santun para remaja, berbohong, menyontek, dan aktivitas negatif lainnya sudah mulai menjadi hal yang biasa dalam masyarakat, termasuk pula dalam lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. 

Selasa

AKHLAK, “dari kepala turun ke kaki”



Akhlak tercermin dalam aktivitas, aktivitas dikendalikan oleh otak di kepala, dan aktivitas menjadi lincah jika ditopang oleh kaki. Begitulah rumus sederhananya, sehingga seluruh aktivitas, seharusnya bermula dari kepala baru kemudian turun ke kaki. Tidak seharusnya aktivitas langsung turun ke kaki tanpa bermula dari kepala. Rumusan “dari kepala turun ke kaki” senada dengan nasehat orang bijak: “Mengagalah lebih dahulu sebelum engkau berucap”.
            Dalam pandangan psikologi-neurologi, setiap informasi yang didapat oleh indera (mata, telinga, hidung, dst.) setidaknya akan diteruskan dan diolah oleh 2 hal; 1) Prefrontal cortex/neo cortex (otak depan, berpikir logis) yang terletak di kepala bagian depan/dalam dahi, dan 2) Amygdala (otak binatang, otak primitif, otak emosional). Terhadap informasi yang didapat, prefrontal cortex akan mempertimbangkan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan, sementara itu, amygdala langsung memerintahkan anggota tubuh untuk bertindak tanpa pertimbangan terlebih dahulu. Sayangnya, menurut para neurolog, umumnya “pipa” saluran informasi ke amygdala lebih besar daripada ke prefrontal cortex, sehingga informasi yang didapat oleh indera lebih cepat sampai ke amygdala ketimbang ke prefrontal cortex, dengan kata lain, kita cenderung untuk bertindak lebih dahulu baru berpikir kemudian.